Cardillo

arsitektur

/ antologi / tentang-arsitek / tempat-terpencil / bermain-dengan-cahaya /

Bermain dengan Cahaya

Jakarta,


Cahaya Matahari pada proyek House of Convexities karya Cardillo di majalah Laras




Laras 279



Tinjauan


Inspirasi tarian Flamenco yang sensual dan atraktif mewujudkan dalam bias cahaya dalam sudut-sudut eksploratif dan membentuk visualisasi ruang seakan mampu bercerita.


Di tengah hutan Mediterania, hunian ini terlihat hadir selaras dengan lingkungan sekitar, tetapi tetap memiliki daya tarik yang memukau. Desain karya Antonino Cardillo di dekat Barcelona, Spanyol ini berhasil banyak bercerita tentang apa yang ada di dalam hati dan menginspirasinya. Keindahan kreativitas seni yang bisa datang dari mana pun rupanya menjadi jalan ekspresi arsitek dari Spanyol ini. Mentranformasi musik, lirik, kostum, tarian, teater, atau ilustrasi ke dalam karya arsitektural menjadi satu cara untuk menghadirkan jiwa ke dalam detail dan ruang-ruangnya.


FLAMENCO. Dalam karya yang dinamai House of Convexities in Barcelona ini, arsitek mendapatkan inspirasi dari tarian Flamenco, khas Spanyol yang telah begitu dikenal dunia. Keindahan gerak dari tubuh yang seakan menguasai ruang, kemudian dinamika terwujud dari jeda dan gerakan intens menjadi bagian yang paling mengesankan. Keseluruhan pertunjukan Flamenco kemudian berkesan sensual dan fleshy ketika didukung oleh kostum dan musik yang mampu memicu banyak interpretasi. Gerakan yang justru berkesan rahasia, tetapi begitu menarik dan ‘bercahaya’ dalam koreografi yang curvelinear, menerus, kadang berhenti, untuk kemudian memberikan efek menghentak. Sebuah inspirasi yang menantang arsitek untuk mengolah desain arsitektur dan ruang-ruang di dalamnya untuk lebih bergerak, dinamis, meskipun tetap menjadi karya arsitektural yang diam dan kokoh.


BAHASA CAHAYA. Memanfaatkan cahaya matahari kemudian menjadi satu titik temu dan elemen utama yang menentukan ekspresi keseluruhan. Arsitektur hunian ini kemudian memiliki identitasnya ketika Antonino mengolah bentuk arsitektural dan mengolah detail untuk menghadirkan cahaya ke dalam ruang. Tidak hanya dalam bentuk terang yang fungsional mendukung aktivitas di dalam rumah. Cahaya justru masuk ke dalam rumah dengan sudut-sudut yang telah dikonsepkan, sehingga membentuk bias-bias di dinding, membentuk ruang dengan gelap dan terang, serta memanfaatkan material untuk merespons cahaya. Posisi matahari yang tidak pernah sama kemudian memberikan banyak wajah dari pagi ke siang dan dari bulan ke bulan ketika posisi matahari bergeser dari garis khatulistiwa. “How many possible stories will this light tell over the course of the year?” jelas arsitek. Di sinilah arsitektur kemudian menjadikan cahaya sebagai “material” yang membentuk wajahnya. Efek bayang-bayang, bias cahaya di permukaan lantai dan dinding, serta bentuk dinding dan ruang kemudian menjadi komposisi artistik yang menjadi representasi kreativitas dan kedalaman rasa perancangnya yang kemudian muncul dan bisa dinikmati. Cahaya-cahaya ini memang terlihat semenarik penari Flamenco yang bergerak dalam slow motion.


DRAMA. Hunian dua lantai dengan total luas lantai 360 m² ini dirancang dengan komposisi bentuk dan konfigurasi ruang yang memberikan efek dramatis. Dengan ketinggian bangunan mencapai 10 meter, tampilan luar memiliki skala yang cukup megah. Sebuah dimensi yang cukup proporsional dengan hamparan tanah cukup luas dan terbuka di sekitarnya. Dengan memanfaatkan ekspresi solid-void, bangunan cukup tinggi ini berhasil memberikan sentuhan drama. Tampilannya menjadi tidak diam dan bisu. Garis lengkung yang menjadi awalan dari bidang lengkung juga mendapatkan dimensinya berkat skenario cahaya yang mengisi ruang-ruang. Tak hanya bayang-bayang dan cahaya, warna sinar juga ikut andil membentuk atmosfer ruang dan kualitas rasa yang bisa dinikmati di setiap fungsi ruang. Bentuk arsitektural yang hadir pun tidak dibiarkan konvensional. Bidang dinding melengkung, plafon menukik, dan pengolahan massa di dalam ruang menghadirkan esensi arsitektural yang kental. Seperti yang disampaikan oleh sang arsitek dalam tulisannya, “If Architecture is music in stone, can its ‘limbs’ dance? Architecture only remains still in pictures. In real life its natural state is one of transition. Both man and light move within it.” Konsep “Flamenco y arquitectura” yang diusung arsitek dalam hunian ini tidak hanya mengagumkan, tetapi berhasil menarik untuk masuk dan merasakan serta bergerak bersama cahaya dan bahasa sinar yang terefleksikan oleh material-material di dalamnya. Bermain bersama cahaya dalam inspirasi tarian flamenco dan merasakan sentuhan intuitif arsitek yang membuat hunian ini dramatis dan atraktif.

House of Convexities

Antonino Cardillo, House of Convexities, Barcelona, 2008.





Sumber